Meretas Krisis Identitas: Gagasan Kepemimpinan Berintegritas dari Alumni FH UII
Menjadi salah satu narasumber dalam kegiatan Talk Show Pelatihan Kepemimpinan Dakwah bagi Mahasiswa 2024 FH UII
Yogyakarta, 26 Juli 2025 — Pelatihan Kepemimpinan Dakwah bagi mahasiswa angkatan 2024 Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) berlangsung dengan semangat tinggi dan suasana reflektif. Bertempat di Gedung Kuliah Umum Prof. Sardjito, kegiatan ini diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam UII bekerja sama dengan Bidang Keagamaan, Kemahasiswaan, dan Alumni FH UII.
Hadir sebagai narasumber utama dalam kegiatan ini, Dr.rer.nat. Dian Sari Utami, S.Psi., M.A. (Dosen Fakultas Psikologi UII) dan Dr. Nurainun Mangunsong, S.H., M.Hum. (Dosen Prodi Ilmu Hukum FSH UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sekaligus alumni FH UII angkatan 1994). Dalam sesi bertajuk “Menjadi Pemimpin Berintegritas di Tengah Krisis Identitas”, Dr. Nurainun mengajak peserta menggali lebih dalam peran kepemimpinan mahasiswa dalam menghadapi tantangan era digital dan perubahan sosial yang bersifat cair (liquid society).
Mengawali pemaparannya dengan tafsir filosofis atas QS. Al-Hujurat:13, ia menekankan pentingnya membangun karakter kepemimpinan berbasis nilai spiritual Islam: siddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (komunikatif), dan fathanah (cerdas). Di tengah ketidakpastian arah zaman, menurutnya, kepemimpinan tidak bisa hanya berorientasi pada kecakapan teknis, tetapi harus berakar kuat pada kesadaran identitas sebagai hamba dan khalifah Allah.
Lebih jauh, Ainun memetakan krisis identitas yang melanda generasi muda sebagai dampak dari derasnya arus disrupsi media, budaya konsumtif, dan tergerusnya fondasi nilai. Ia menyebut istilah “liquid modernity” dari Zygmunt Bauman—yakni era ketika struktur sosial dan nilai-nilai berubah cepat, dan identitas tidak lagi diwariskan, melainkan harus dibentuk secara sadar dan dinamis. Dalam konteks inilah, kegiatan seperti PKD dinilai strategis sebagai ruang pembinaan nilai, penguatan identitas, dan penyadaran peran mahasiswa sebagai pemimpin masa depan.
Sesi diskusi yang menyusul berlangsung hangat dan interaktif. Siti Fadhilah, salah satu peserta, bertanya: “Bagaimana seharusnya seorang pemimpin bersikap ketika tim mengalami kegagalan?” Ainun menjawab bahwa seorang pemimpin sejati hadir bukan hanya dalam kemenangan, tetapi juga ketika tim mengalami kegoyahan. “Pemimpin harus menjadi motivator dan fasilitator yang menghadirkan ruang aman untuk evaluasi dan pemulihan. Gagal bukan berarti menyerah, tapi titik awal untuk bangkit bersama,” tegasnya.
Pertanyaan berikutnya diajukan oleh Dea, yang menyoal krisis identitas akibat struktur sosial yang cair. Menjawabnya, Ainun menguraikan kembali teori Bauman tentang masyarakat modern yang tidak stabil dan penuh relativisme. Ia menyarankan agar mahasiswa mulai meneguhkan nilai Islam dan kebangsaan secara integratif—melalui pendidikan, lingkungan keluarga, dan organisasi. “Identitas bukan lagi sesuatu yang diwariskan, tapi harus diperjuangkan dan dibentuk terus-menerus,” ungkapnya.
Pertanyaan terakhir dari Nana menyentuh realitas pencitraan dalam kepemimpinan. “Bagaimana menjadi pemimpin yang berintegritas di tengah masyarakat yang sarat pencitraan?” Ainun menjawab lugas, “Jangan jadikan buruknya wajah kepemimpinan hari ini sebagai alasan untuk sinis atau apatis. Justru itu tantangan untuk hadir sebagai pemimpin baru yang membawa nilai dan kemaslahatan. Pemimpin berintegritas adalah ia yang teguh pada prinsip, jujur, komunikatif, dan ahli di bidangnya.”
Kegiatan ini menjadi lebih dari sekadar pelatihan. Ia menjadi ruang tumbuh bagi kesadaran identitas, refleksi spiritual, dan penguatan integritas kepemimpinan. Fakultas Hukum UII menegaskan komitmennya dalam menumbuhkan generasi pemimpin muda Muslim yang berintegritas, berpikir visioner, dan siap menghadirkan perubahan bermakna bagi umat dan bangsa.