Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta teliti Perda Khatam al-Qur`an di Banjar Kalimantan Selatan

Akhir-akhir ini banyak tulisan di jurnal yang membangun tesis bahwa kehadiran perda bernuansa keagamaan menyebabkan terjadinya penyempitan ruang kebebasan beragama. Sebagai tesis turunannya, kehadiran perda bernuansa syari`at Islam ditengarai bagian satu paket dari gerakan islamisme yang mencoba menghidupkan kembali semangat pendirian negara Islam. Tesis-tesis yang demikianlah yang juga sering diberlakukan untuk melihat keberadaan Perda bernuansa Islam seperti Perda Khatam al-Qur`an yang berada di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan.

Setelah terjun ke lapangan dan mewawancarai beberapa responden, Faiq Tobroni Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menemukan informasi yang berbeda dengan narasi yang selama ini mengkristal di berbagai publikasi tersebut. Mewawancarai Abah Guru Kyai Dr. KH. Drs. Ahmad Fauzan Saleh, M.Ag, peneliti yang juga Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum tersebut mendapatkan informasi yang lebih jernih. Bahwasannya menurut Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor Satu Institut Agama Islam Darussalam Martapura ini, Khatam al-Qur`an sudah menjadi kebudayaan orang Banjar jauh sebelum Indonesia ini lahir. Lebih lanjut, pria yang juga pernah menjabat wakil Bupati Kabupaten Banjar periode 2010-2015 menjelaskan bahwa khatam al-Qur`an sudah melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Banjar.

Beberapa informasi kunci tersebut telah membuka ruang tesis alternatif bahwa Perda Khatam al-Qur`an tidak seperti gerakan islamisme yang lain di wilayah Indonesia. Perda Khatam al-Qur`an adalah bagian dari kehadiran Pemerintah Daerah untuk melindungi kebudayaan lokal. Kelahiran perda Khatam al-Qur`an dibutuhkan masyarakat Banjar untuk menjaga tradisi khatam al-Quran di Kabupaten Banjar yang terkenal dengan julukan kota serambi Makkah.